Rabu, 16 April 2014

Bismillah dalam Belajar


Oleh: Syamsul hadi
        Sesungguhnya alam semesta, termasuk manusia, diciptakan dalam takaran keseimbangan. Secara naluriah manusia akan bertindak sesuai dengan kaidah yang berlaku pada dirinya jika saja belum terkontaminasi virus merusak yang berkembang di sekitarnya. Lalu Allah membekalinya dengan al-Qur’an, petunjuk suci yang mengandung kebenaran mutlaq dan memiliki elastisitas untuk diterapkan di setiap tempat dan zaman.   Dalam masalah-masalah yang menyangkut mu’amalah al-Qur’an memberikan teks global untuk dirinci sendiri oleh manusia sesuai dengan tuntutan zaman, berbeda dengan masalah aqidah dan ibadah maka al-Qur’an lebih rinci memaparkannya.  Dan jika belum cukup untuk dipahami secara umum, rasulullah menjelaskannya lebih lanjut.
        Tidak satupun ayat al-qur’an yang kontradiktif dengan kebutuhan manusia akan tetapi manusialah yang seringkali memiliki kepentingan menerjang al-Qur’an. Hal ini terjadi akibat dari renggangnya komunikasi dengan sang Khaliq.
Persepsi salah terhadap wahyu Allah, pertama kali dimunculkan oleh Iblis, di mana dalam pandangannya kemuliaan itu diukur berdasarkan asal penciptaan. Karena Adam dari tanah dan dirinya dari api maka dalam pandangannya dirinya lebih mulia. Kesimpulan Iblis yang salah berlanjut pada pembangkangan terhadap perintah  Allah.  Iblis cerdas tetapi tidak terbimbing maka hasilnya tidak benar dan tidak memberikan maslahat, baik untuk dirinya apalagi untuk orang lain.
        Kecerdasan jika dibiarkan liar tanpa bimbingan akan membuahkan kesombongan dan menyesatkan orang lain. 
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75)
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?(QS. Al-Baqarah:75)
        Jika ada yang menyerukan untuk “keluar” dari Islam dan mengerahkan kemampuan akalnya untuk memahami Islam agar hasilnya obyektif, saya yakin justru hasilnya tidak obyektif. Sebab Islam adalah milik Allah, tidak punya kepentingan terhadap makhluk-Nya. Sementara kemampuan akal sesungguhnya sangat rentan terhadap kepentingan manusia itu sendiri.  Betapa banyak manusia yang akalnya sehat tetapi prilakunya gila lantaran dikalahkan oleh kepentingan nafsunya. Bagaimana bisa mengalahkan nafsu syahwatnya jika “keluar” dari bimbingan al-Qur’an.
        Meninggalkan  Al-Qur’an –meskipun sementara- untuk mendapatkan keyakinan yang obyektif  adalah tindakan “ilmiah” yang dipaksakan. Kebenaran itu sudah ada tidak perlu dicari. Yang perlu kita lakukan adalah membersihkan diri dari kebodohan dan keraguan dengan belajar dan menempatkan nafsu pada tempatnya. Cara ini relevan dengan perintah Allah untuk membaca dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Belajar Ilmiah, obyektif dan terjamin kebenarannya hanya kita dapatkan jika kembali pada kaidah belajar yang benar (lihat surat . Al-”Alaq 1-5)   

Difusi Inovasi



UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH JAKARTA

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN

UJIAN AKHIR TAHUN

Nama/ NIM                 : Syamsul Hadi /   52 2011 0135
Mata Kuliah                : Difusi dan Inovasi Pendidikan
Dosen Pengampu        : Dr. Sigit Wibowo
بسم الله الرحن الرحيم

Sifat jawaban argumentatif dan merujuk referensi.
1.      Landasan teori Difusi dan inovasi dalam Penerapan Kurikulum Baru (2013) di Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah:
Difusi inovasi; menurut Rogers (1962-1995), adalah sebuah proses dimana difusi  inovasi dikomunikasikan dalam kurun waktu tertentu, pada anggota sistem sosial  tertentu suatu tata hubungan antara inividu dengan individu lain. Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Menurut Yusufhadi Miarso (2011:257) Strategi adalah pendekatan menyeluruh dalam pembelajaran dan yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan teori tertentu. Strategi diterapkan untuk mencapai tujuan umum. Pada umumnya strategi meliputi: (a) tujuan belajar, jenins dan jenjangnya, (b) cara penyajian bahan pelajaran, (c) media yang digunakan, (d) Biaya yang diperlukan, (e) waktu yang diberikan dan jadwalnya, (f) prosedur kegiatan belajar, (g) instrument dan prosedur penilaian.  Maka;

  • A.    Strategi pemerintah dalam mendifusikan inovasi agar cepat diterapkan:

-          Menetapkan tujuan umum pemberlakuan Kurikulum 2013.
-          Menyusun langkah strategi; merumuskan tujuan, cara penyajian, media yang akan digunakan, biaya yang dibutuhkan, alokasi waktu, prosedur kegiatan dan membuat instrumen dan  prosedur evaluasi.
-          Mendifusikan inovasi ( kurikulum 2013 ) kepada masyarakat, terutama para pemangku kepentingan pendidikan, baik secara struktural maupun non-struktural. Memanfaatkan jaringan komunikasi sistem sosial masyarakat lewat media cetak dan elektronik serta pertemuan-pertemuan langsung baik formal maupun non formal. 
B.     Peran saya sebagai pemangku kepentingan,  Selaku guru dengan latar belakang pendidikan S2 MTP. Menjadi penghubung antara inovator (Kemendikbud) dengan masyarakat pendidikan, yaitu dengan cepat-cepat mengunduh kurikulum 2013 dari web resminya Kemendikbud dan mempelajarinya untuk diadopsi, selanjutnya disampaikan kepada orang lain baik lewat media online maupun membangun komunikasi interpersonal. Sebagai guru di suatu lembaga, saya mengusulkan kepada kepala sekolah -dengan memperhatikan tahapan keputusan inovasi (pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi) - untuk diadakan pendalaman kurikulum 2013. Setelah ada keputusan untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013, selanjutnya diadakan pelatihan teknis menyangkut cara pemanfaatan kurikulum tersebut di lembaga pendidikan kami. 

2.      Saya sebagai pendidik inovatif (change agent),  akan banyak melakukan inovasi pembelajaran, namun budaya kerja Organisasi dan karakteristik individu  di lingkungan tempat yang selama ini kurang respek terhadap hal-hal baru, ditambah lagi gaya kepemimpinan kepala sekolah yang cenderung absolut dan tidak terbuka terhadap masuknya ide-ide baru.
Peran dan upaya saya agar inovasi dimaksud tetap dapat diterapkan di sekolah tersebut. Saya harus memahami change agent, budaya kerja organisasi, karakteristik individu dan gaya pemimpin.
-       Agen perubahan, menurut Willis H. Griffin (1970:223) ..”since World War II, however, the agent of change has emerged as a professional person whose taasks are those helping communities and groups to plan out reform objectives, so focus on problem situations, to seek possible solutions, to arrange for assistence, to plan action intended to improve situations to overcome diffucties in the way of productive action, and to evaluate the results of planned effort.
Secara umum agen perubahan adalah orang yang profesional, memberikan bantuan kepada masyarakat untuk merencanakan perbaikan, fokus pada permasalahan untuk dicarikan solusi, melibatkan orang lain, merencanakan kemajuan, mengatasi kesulitan produktifitas kerja dan mengevaluasi tujuan yang direncanakan.
-          Budaya kerja organisasi, adalah seperangkat  nilai keyakinan , sikap, dan tradisi bersama yang mengikat  anggota organisasi sebagai acuan untuk bekerja dan berinteraksi antara sesama anggota .
-          Karakteristik individu; terkait dengan sikap terhadap inovasi secara umum -menurut Everett M. Rogers- terbagi menjadi 5 kategori: Inovator, Adopter, Early Majority, Late Majority dan Laggards.
-          Gaya kepemimpinan :  Definisi kepemimpinan menurut Rost adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.
Selanjutnya menjalankan fungsi agensi, tetap berada di dalam lembaga tersebut untuk memudahkan komunikasi dengan berbagai pihak. Mempengaruhi para guru agar memahami pentingnya Kurikulum 2013 dengan memperhatikan karakter masing-masing untuk memudahkan komunikasi yang tepat. Kepada kepala sekolah kami  menawarkan program budaya kerja organisasi yang kondusif bagi kemajuan lembaganya, karena ia berkepentingan untuk memajukan lembaganya, menunjukkan hasil survey tentang budaya kerja mereka lalu dihubungkan dengan urgensi adopsi inovasi pendidikan, maka itu ia akan membuka diri serta perlahan-lahan akan menerima inovasi pendidikan (Kurikulum 2013) setelah kepentingannya terakomodir.
3.      Jika saya sebagai seorang pemimpin institusi/organisasi yang berkeinginan menumbuh kembangkan budaya inovasi di lingkungan organisasi yang saya pimpin, anggota terdiri dari kelompok individu dengan karakteristik:

  1. Tidak mampu tapi mau
  2.   Mampu tapi tidak mau
  3.  Mau dan mampu
  4.  Tidak mampu dan tidak mau

Maka saya harus memahami kepemimpinan dan budaya inovasi dan prilaku individu dalam organisasi.
-          Kepemimpinan menurut Tannenbaum adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah satu atau beberapa tujuan tertentu. Menurut Rauch and Behling, Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan.
-          Budaya inovasi. Menurut Willis H. Griffin dan Uday Pareek(1970:22) dalam Planned Change1997: 158) Kebudayaan dalam pengertian sosial adalah: the sum total way of living of group ar of people, including the customs, attitudes, beliefs, institutions, social proscess and human relationship, and the system of values underlying them.   

1.      Kepemimpinan yang harus saya lakukan terhadap mereka:   
Dari dua definisi tersebut, saya mamahami bahwa kepemimpinan adalah masalah pengaruh, oleh karena itu saya harus lebih cepat mengadopsi inovasi pendidikan agar mereka bersedia menerima pengaruh saya. selanjutnya saya akan mengorganisir potensi internal organisasi dan mensinergikannya dengan kekuatan eksternal dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Dan tujuan organisasi harus mengakomodir kepentingan individu-individu yang tergabung dalam organisasi. Memberi peran kepada mereka sesuai dengan potensi dan karakteristiknya; (a) kepada yang Tidak mampu tapi mau, saya gunakan pndekatan kerja consulting yaitu memberikan pengarahan dan dorongan yang tinggi kepada mereka. (b) kepada yang mampu tapi tidak mau, pola pendekatannya adalah participating, yaitu dengan memberikan support atau dorongan yang tinggi dan sedikit arahan (c) kepada yang mau dan mampu, dengan pola pendekatan delegating yaitu dengan tidak terlalu banyak dorongan dan arahan, dan inilah yang ideal (d) selanjutnya kepada yang tidak mampu dan tidak mau, pola hubungan kerjanya adalah instructing, yaitu pemimpin banyak memberikan arahan dan sedikit supporting.  

2.      Proses inovasi yang akan saya lakukan di organisasi yang saya pimpin;
(a)    Terlebih dahulu saya harus memahami inovasi pendidikan dengan baik, yaitu dengan mengikuti perkembangan pendidikan baik dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan maupun mengakses langsung website Kemendikbud.
(b)   Membangun image positif terhadap inovasi pendidikan, dengan menginformasikan kepada para guru keharusan inovasi menyangkut masa depan anak didik dan tantangan ke depan.
(c)    Aktif mencari informasi tentang inovasi pendidikan dan berupaya mencobanya. Hal ini bisa dicari di Harian Republika misalnya secara rutin menyediakan rubrik khusus untuk Uji Publik Kurikulum 2013.
(d)   Menggunakan inovasi pendidikan secara rutin dan berkelanjutan. Setelah sepakat maka inovasi pendidikan berupa penerapan Kurikulum 2013, maka dijadikan acuan untuk pelaksanaan pembelajaran di sekolah tersebut serta adaptif terhadap inovasi-inovasi berikutnya. 
(e)    Melaksanakan inovasi pendidikan secara integral dalam pelaksanaan tugas dan  mendifusikan kepada seluruh guru. 

4. Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi berimplikasi pada perlunya mengembangkan inovasi pembelajaran jarak jauh (distance learning) berbasis elektronik (e-learning. Apa itu dan jelaskan proses difusi dan implementasinya di lembaga-lembaga pendidikan kita.  Untuk menjawab pertanyaan ini, akan kami bahas dua hal: (1) Apa itu inovasi pendidikan jarak jauh berbasis elektronik? (2) Bagaimana Proses difusi dan implementasinya di lembaga-lembaga kita? .
(1)   inovasi pendidikan jarak jauh berbasis elektronik
Pendidikan jarak jauh (Distance Learning) adalah pembelajaran dengan menggunakan suatu media yang memungkinkan terjadi interaksi antara pengajar dan pembelajar. Dalam PJJ antara pengajar dan pembelajar tidak bertatap muka secara langsung, dengan kata lain melalui Pendidikan jarak Jauh, dimungkinkan antara pengajar dan pembelajar berbeda tempat bahkan bisa dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh. jadi sangat memudahkan proses pembelajaran. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, pasal 31, disebutkan: (1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. (4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari dua keterangan di atas, jelas bahwa pendidikan jarak jauh adalah legal dan  diharapkan, pendidikan bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, didukung dengan sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian untuk menjamin mutu lulusannya. Kemudian teknis pelaksanaannya juga diatur dalam peraturan pemerintah. 
Pendidikan berbasis elektronik (e-learning) adalah (ICT- Learning) adalah  upaya menghubungkan pembelajar (siswa dengan sumber belajar (data base, pakar/guru, perpustakaan) yang secara fisik
 terpisah atau bahkan berjauhan. Interaktivitas dalam hubungan tersebut dapat dilakukan secara langsung (synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous). (Udin Syaefudin Sa’ud).
Jadi pembelajaran jarak jauh adalah bentuk pembelajaran yang memanfaatkan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian teknologi informasi dapat dipandang secara positif sebagai media yang menyediakan dan membantu interaksi antara pendidik dan peserta diklat  dalam mengefisienkan dan mengefektifkan pembelajaran.
Maka pembelejaran jarak jauh berbasis elektronik adalah pendidikan jarak jauh dengan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi sebagai media pembelajarannya yang menghubungkan pembelajar dengan pebelajar dalam sebuah sistem yang legal dan formal. 
(2)   Proses difusi dan implementasinya di lembaga-lembaga kita. Proses difusinya dengan pengenalan program belajar jarak jauh berbasis elektronik, sehingga timbul keinginan untuk mengadopsinya sebagai inovasi pendidikan. Hal itu dilakukan dengan mengadakan seminar khusus mengenai distance learning dan e-learning, mendatangkan narasumber dari Pustekkom dan Kemendikbud. Diharapkan dengan seminar tersebut tahap pengetahuan dan persuasi tercapai, agar selanjutnya masuk kepada keputusan untuk menerima inovasi. Setelah itu baru langkah implementatif. Dalam Implementasi inovasi ini disusun program kerja, struktur organisasi, pembagian tugas, pembiayaan, time table dan penyusunan alat evaluasi. Tujuannya agar inovasi dapat berjalan secara reguler,  dan penggunannya berkelanjutan.

5.      Uraian perbab pokok-pokok isi buku difusi inovasi Everett M Rogers. Pendapat mengenai relevansi dan manfaat mempelajari mata kuliah tsb bagi saya sebagai mahasiswa S2 TP..
Buku Everett M. Rogers dengan Chapter Diffusi on Innovation terdiri dari 11 Chapter :
Chapter 1 : Elements of Diffusion (unsur-unsur Difusi). Pada bab ini diawali dengan kisah upaya inovasi merebus air sebelum diminum, namun gagal. Mrs, A. merebus air karena kebiasaan di masyarakatnya merebus air sebelum diminum tujuannya untuk menghilangkan dingin, tidak ada kaitannya dengan bakteri yang tumbuh di air. Jadi mereka merebus air sebatas agar tidak dingin. Kasus Mrs. A adalah contoh Custom-Oriented Adapter (pelaku adopsi dengan orientasi kebiasaan). Mrs. B adalah contoh dari Persauded Adopter (pelaku adopsi karena mimiliki alasan) sedangkan Mrs. C. adalah contoh orang yang menolak adopsi.  Ia merepresentasikan kebanyakan keluarga Los Milinas.
Dalam bab ini juga dibahas Apa itu Difusi. Dalam bab ini juga dijelaskan unsure utama Difusi inovasi ada 4, yaitu (a) inovasi, (b) saluran komunikasi, (c) waktu, dan (d) sistem sosial.

Chapter 2: History of diffusion research. (Sejarah riset Difusi). Riset difusi inovasi dimulai selama tahun 1940 dan 1950.   Pada Chapter ini dijelaskan bahwa meskipun riset difusi dimulai dari kantong-kantong daerah secara ilmiah, ia muncul secara tunggal, ia tetap menjadi satu konsep berlakusecara umum, meskipun investigasinya dilakukan para periset dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda.  Ada 8 tipe difusi berdasarkan hasil riset: 1) Earliness of knowing about innovations 2) rata-rata adopsi dari inovasi yang berbeda-beda dalam sistem sosial, 3) keinofatifan 4) kepemimpinan inovasi, 5) jaringan difusi 6) Rata-rata adopsi pada sistem sosial yang berbeda-beda, 7) manfaat saluran komunikasi, 8) Konsekwensi dari Inovasi. 
Chapter 3: Contributions and Criticisms of Diffusion Research (Kontribusi dan Kritik Riset Difusi). Pada pembahasan ini dijelaskan ada 4 kelemahan riset difusi. 1) The pro-innovation bias (prasangka yang pro-inovasi), implikasinya inovasi dapat didifusikan kepada seluruh anggota sistem sosial dan merekapun akan menadopsinya, maka inovasi tidak akan ditolak. 2) the individual-blame bias ( prasangka kesalahan individu). kecenderungan untuk memegang tanggung jawab individu terhadap problemnya mengalahkan sistem yang individu itu bagian darinya. 3) the recall problem in diffusion research (  problem penarikan kembali riset difusi), yang memungkinkan ketidak teraturan akan dominan ketika responden diminta untuk mengingat kapan ia mengadopsi ide baru. 4) The issue of equality (permasalahan kesetaraan hak pada difusi inovasi ) sebagai kesenjangan sosio ekonomi anggota sistem sosial sering meluas akibat sebaran gagasan baru.
Chapter 4 :   The Generation of Innovations (Generasi Inovasi). Pasca riset difusi, mulai bermunculan first adopter an innovation (orang-orang yang pertama mengadopsi inovasi). Mereka adalah yang digambarkan dalam kurva S-Shaped ada pada bagian kiri kurva. Proses pembangunan inovasi meliputi semua keputusan, aktifitas dan pengaruhnya yang kuat yang datang dari pengakuan akan kebutuhan atau problem mereka. Tahapan penting dalam proses inovasi; 1) recognizing a problem or Need (Pengakuan adanya problem dan kebutuhan) 2) Basic and Applied Research ( dasar dan riset yang berguna) 3) Development (pembangunan) 4) Commercialization (inovasi benilai jual) karena berangkat dari kegiatan ilmiah lalu mendatangkan manfaat/kemudahan yang bisa digunakan maka kemudian bisa dikomersilkan. 5) Diffusion and Adoption (Difusi dan adopsi) 6) consequences (Konsekwensi)  
Chapter 5 : The Innovation Decision Process (Proses Keputusan Inovasi) pada bab ini dijelaskan proses keputusan inovasi; 1) Knowledge (pengetahuan) 2) persuation (persuasi/ pembujukan) 3) decision (pengambilan keputusan) 4) implementation (implementasi) 5) confirmation (konfirmasi). Dalam bab ini juga dijelaskan kategorisasi adopter 1) innovator 2) Early Adopter, 3) Early Majority  4) Late Majoriry dan 5) Laggards  
Chapter 6 : Attributes of innovations and their Rate of Adption ( Perangkat-perangkat inovasi dan rata-rata Adopsi). Dalam bab ini dijelaskan faktor-faktor yang memengaruhi rata-rata adopsi inovasi:  1) sesuatu diadopsi karena memiliki: (a) keuntungan relatif (b) dapat diterapkan, (c) tingkat kesulitannya rendah (d) bisa diujicobakan (e) bisa diobservasi. 2) Tipe keputusan inovasi; (a) pilihan (b) bersama-sama/kolektif (c) dipaksakan. 3)saluran komunikasi (Media masa atau hubunga interpersonal) 4) natur dari sistem sosial (misalnya nilai-nilai di masyarakat, tingkatan kea]terlibatan dalam jaringan sosial dll).  5) keluasan pengaruh agen perubahan dan usaha promosinya.     
Chapter 7: Innovativeness and Adopter Categories (Keinovatifan dan kategori Adapter). Dalam bab ini secara rinci diulas kembali klasifikasi adopter berdasarkan keinovatifannya. Bahkan disbutkan prosentase masing-masing; inovator 2,5% bercirikan venturesome memiliki obsesi besar, petualang, pendobrak dan berani nyrempet bahaya, Early adopter 13,5%, mereka lebih terikat dengan sistem sosial dibandingkan inovator, kalau inovator kosmopolitan, maka early adopter  bersifat lokal(Locality)  Early Majority 34% banyak berinteraksi dengan orang biasa dan jarang-jarang menduduki kepemimpinan, Late majority 34% mereka baru mau menerima inovasi setelah melihat orang lain yang mengadopsi inovasi mendapatkan keuntungan, dan Laggards 16%,   adalah kaum tradisionis, orang yang paling terakhir mengadopsi inovasi.  
Chapter 8: Diffusion Networks (Jaringan Difusi). Dalam bab ini diuraikan model-model alur komunikasi; 1) the Hypodermic needle Model , yaitu sistem komunikasi satu arah dari atas ke bawah 2) the twoo-step Flow Model, komunikasi dua tahap. Di bahas juga karakteristik opinion leaders: 1) mampu berkomunikasi dengan baik kepada eksternal 2) memiliki status ekonomi yang lebih baik, 3) kepenerimaan yang baik 4) memiliki keinovatifan yang tinggi 5) memiliki kepemimpinan opini dan paham sistem nilai-nilai masyarakat. 6) organisasi Pemimpin opini  7) mampu memanfaatkan jaringan    
Chapter 9 : The Change Agent (Agen Perubahan) pada bab ini diawali dengan ilustrasi keberhasilan agen perubahan pada program pencegahan HIV. Studi kasusnya pada seribu wanita pekerja sek komersil di Pumwari, warga miskin Nairobi, Kenya. 80% dari mereka sudah dinyatakan positif terkena HIV pada tahun 1985, ketika program intervensi ini dimulai. Agen perubahan menawarkan kondom gratis dan klinik kesehatan gratis untuk mencegah  penyakit kelamin.  Dalam bab ini juga dibahas faktor-faktor keberhasilan Agen Perubahan; 1) Change agent effort ( upaya agen perubahan) 2) Client Oriented (berorientasi pada klin) 3) Compatibility with Client Needs ( sesuai dengan yang dibutuhkan klin), 4) change agent empathy (empati agen prubahan). Dalam bab ini juga dibahas peran agen perubahan; 1) to develop a need for change on the part of clients (membangun kebutuhan klin untuk berubah pada), 2) to establish an information exchange relationship membangun relasi pertukaran informasi)  , 3) to diagnose problems(mendiagnosis problem) , 4) to creat an intent to change the client (menciptakan keinginan untuk merubah klin  , 5) to translate intentions to the action (menerjemahkan keinginan/maksud menjadi perbuatan) , 6) to stabilize adoption and prevent discontinuance (menciptakan stabilitas adopsi dan mencegah ketidaklanjutan) , and 7) to achieve terminal relationship with clients (membangun pangkalan relasi dengan klin).  
Chapter 10 : Innovation in Organizations (Inovasi dalam Organisasi ) dijelaskan bahwa sampai dengan point ini (chapter 10), buku ini masih konsern pada difusi inovasi pada individu. Padahal banyak proses inovasi yang diadop oleh lembaga. Dalam bab ini juga dibahas proses inovasi dalam organisasi: 1) Inisiasi, meliputi:  agenda setting dan matching ,   2) Implementasi, meliputi: Redevinisi (Devinisi ulang), Klarifikasi dan merutinkan.
Chapter 11 : Consequences of Innovations (Konsekwensi Inovasi). Konsekwensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau sistem sosial sebagai hasil adopsi atau penolakan inovasi.   Dalam bab ini dibahas mengenai studi konsekwensi meskipun sangat sedikit studi tentang itu. 1) agen perubahan yang sering disponsori oleh riset difusi. 2) metode riset survey yang biasa   tidak bisa lebih banyak membantu investigasi terhadap konsekwensi inovasi dibandingkan studi keinovatifan. 3) konsekwensi inovasi itu sulit diukur. Konsekwensi diklasifikan menjadi: 1) desirable versus undesirable (diinginkan lawan tidak diinginkan) 2) direct versus undirect (langsung lawan tidak langsung), 3) anticipated versus unanticipated (diantisipasi lawan tak terantisipasi)
Komentar buku: Buku Diffusion of Inovation membahas difusi dan inovasi secara detil, kajiannya ilmiah tetapi tidak terasa berat, sebab seringkali diselingi sajian data kasus dalam bentuk cerita sehingga tidak menjenuhkan. Bahasannya umum, sehingga bisa dipakai banyak orang, bisa dipraktekkan dalam dunia bisnis, perusahaan, pemerintahan dan pendidikan.  Tidak menyentuh secara khusus mengenai difusi inovasi pendidikan, namun demikian tetap relevan untuk digunakan dalam dunia pendidikan, sebab difusi dan inovasi bersifat umum. Untuk memahami buku ini dibutuhkan kemampuan bahasa Inggris dan didukung dengan ilmu sosiologi, komunikasi, organisasi.
Manfaat mempelajari mata kuliah, sebagai mahasiswa S2 TP….

  1. Sangat membatu dalam memotivasi diri, sebagai mahasiswa S2 TP untuk mengadopsi hal-hal baru terutama inovasi pendidikan untuk selanjutnya didifusikan kepada orang lain, karena selayaknya mahasiswa S2 TP lebih cepat mengadopsi inovasi pendidikan.   
  2. Sangat membantu untuk beranjak dari late majority menuju adopter, setidaknya Early majority, karena mata kuliah ini menghubungkan mahasiswa dengan para inovator baik lewat tulisan maupun dalam penjelasan dosen.
  3. Membantu mahasiswa untuk mampu melakukan analisis unsur-unsur inovasi, proses adopsi, karakteristik inovasi, jaringan melakukan pengukuran keinovasian seseorang ataupun organisasi.
  4. Menumbuhkan optimisme untuk turut memikirkan pendidikan masa depan, dengan sumbangsih pemikiran dan pengalaman.