Kapitalisasi
umur
Sayyid Qutub
dalam kitabnya, Afrahur Ruh, menyatakan:
“Jika kita
hidup hanya untuk meraih obsesi pribadi, maka hidup ini sangat singkat tak
bernilai, dimulai dari kapan kita sadar
dan berakhir ketika ajal tiba. Sebaliknya jika hidup adalah untuk meraih
cita-cita umat, atau untuk memperjuangkan pemikiran maka hidup menjadi sangat
panjang dan sangat penting, dimulai sejak munculnya pemikiran dan akan terus
berlanjut sampai hancurnya bumi ini.”
Orang hidup
yang membawa cita-cita umat, akan mengolah waktu dan seluruh potensi dirinya
untuk kerja besar. Akan menyusun prioritas kerja, sehingga tidak terjebak dalam
masalah kecil yang seringkali menyita energi dan waktu. Orang yang bekerja
untuk umat, dampak kerjanya sangat luas dan menembus batas waktu. Orang ini
akan memanfaatkan waktunya untuk peningkatan diri, dan membangkitkan masyarakat
serta menginvestasikannya untuk sejarah. Tiga kerja tersebut terus dilakukan
sehingga menjadi karakter dan akhlak. Adalah Imam Abu Hanifah, tokoh besar yang
kita kenal sebagai salah seorang imam madzhab fiqih, merupakan saudagar kaya raya, sibuk dengan dagangnya di
siang hari dan sangat perhatian terhadap orang-orang yang mencari ilmu. Saat
malam tiba, ketika orang-orang menuju peraduan mereka, ia memakai pakaian yang
paling bagus, merapikan jenggotnya dan memakai minyak wangi kemudian menuju
mihrabnya, menghidupkan malamnya dan larut dalam khusyu’ beribadah kepada
Allah. Beliau juga dikenal sebagai orang yang selalu melakukan shalat Subuh
dengan wudhunya di waktu shalat Isya’ . Kebiasaan itu dilakukan selama empat
puluh tahun , tidak pernah sekalipun terlewatkan. Beliau juga telah
mengkhatamkan al-Qur’an di tempat di mana ia meninggal sebanyak 7000 kali.
Begitulah perhatian beliau terhadap waktu dan caranya melipatgandakan
kesalihan. Beliau sadar singkatnya kuantitas umur manusia, dan tidak mau
kualitasnya sesingkat itu.
Lembaran
sejarah hanya mendaftar nama-nama orang besar, yaitu mereka yang punya
konstribusi terhadap kemanusiaan, bukan orang-orang yang sukses tetapi hanya
untuk dinikmati sendiri, bukan pula orang yang berilmu tetapi sebatas gelar
yang tidak menghadirkan pencerahan bagi masyarakat sekitarnya. Lembar hitam
sejarah memang ada dan tersedia bagi mereka yang punya saham bagi kehancuran
umat manusia. Bahkan al-Qur’an juga mengabadikan nama-namanya, seperti Abu
Lahab, Fir’aun dan Qarun.
Bill Gate
dikenal dunia bukan karena ia terkaya di dunia tetapi karena kepeduliannya
terhadap kemanusiaan, telah banyak orang maju berkat jasanya, dan karyanya
banyak memudahkan kehidupan penduduk dunia. Dengan Microsoftnya ia
menginspirasi dunia perkomputeran.
Cita-cita
untuk umat Islam?
Sudahkah
kita bercita-cita? Dan sejalankah dengan cita-cita Islam?
Islam adalah
agama yang direkomendasikan oleh Allah untuk dijadikan pedoman hidup bagi
seluruh umat manusia di setiap zaman dan di semua tempat. Dan karenanya Allah
mengamanahkan kepada kaum muslimin untuk menampakkan Islam sebagai pemimpin
peradaban dunia.
Di sini,
kita, civitas akademika Al-Izzah mendapatkan amanah untuk merealisasikan misi
“The world in our hands,”. Menggenggam dunia dengan tangan. Secara sufistik
mengandung makna mengendalikan dunia dengan tangan dan tidak memasukkannya ke
dalam hati serta tidak menjadikannya sebagai tujuan hidup melainkan sebagai
sarana untuk menggapai kebahagiaan akhirat. mungkinkah? Sangat mungkin,
bukankah nothing is impossible, dan relevan dengan perintah Allah:
Dan carilah
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.Al-Qhasas: 77)
Untuk
mengarah ke sana, kita harus meningkatkan kualitas diri agar menembus prestasi
Internasional, siap mengibarkan bendera al-Izzah di antara bendera dari
negara-negara lain. Tentu tantangannya semakin besar sebab seluruh mata tertuju
pada bendera kita, ada yang senang menyambutnya tetapi juga tidak sedikit yang
ingin menurunkannya.
Cita-cita
besar Al-Izzah, hanya bisa diusung oleh kumpulan pribadi-pribadi yang memiliki
kebesaran jiwa. Jiwa-jiwa yang sanggup menyelaraskan tujuan pribadinya dengan
cita-cita lembaga, mensinergikan varian potensinya dengan peluang amal lembaga.
Pribadi yang memahami bahwa Al-Izzah adalah wahana pengembangan diri dan ummat
serta prasasti hidup untuk mengukir sejarah.
Al-Izzah
sadar betul bahwa kerja besar ini memerlukan dukungan besar, namun tidak
membuatnya semakin longgar dalam merekrut sumber daya manusia. Ada sistem yang
jelas dan pengawalan yang konsisten untuk memastikan proses kaderisasi dan
kepemimpinan berjalan dengan baik.
Regenerasi
kepemimpinan telah menjadi pemikiran founding father Yayasan Al-Izzah sejak
pertama kali didirikan. Dan dalam perjalanannya selama 20 tahun telah terbukti,
regenerasi berjalan dengan baik. Tidak
ada konflik di tubuh yayasan dan unit-unit di bawahnya. Suksesi kepemimpinan
berjalan dengan mulus tanpa gaduh di dalam dan gunjingan di luar. Tidak ada
pertanyaan Al-Izzah milik siapa? Dan karenanya semakin banyak orang yang
menaruh kepercayaan, semakin tergerak hatinya untuk mewakafkan hartanya. Tentu
semua itu amanah yang harus ditunaikan dengan penuh tanggung jawab.
Regenerasi
Setiap
pemimpin pasti akan terpisah dari jabatannya baik diserahkan maupun diminta
dengan paksa, tetapi pengaruhnya tidak akan pernah mati. Kepemimpinan adalah
masalah pengaruh, bukan sosok manusianya. Maka memimpin terkadang tidak
membutuhkan tampuk kekuasaan formal. Siapa yang banyak berbuat nyata untuk
kemaslahatan masyarakat, dialah yang akan selalu diikuti oleh mereka. Pemimpin besar menyadari kenyataan ini, maka
ia memprioritaskan kepemimpinannya untuk kerja yang manfaatnya banyak dirasakan
oleh masyarakat seluas-luasnya dan dampaknya bertahan lama. Pemimpin besar
berwawasan jauh kedepan meskipun pada saat itu kebijakannya tidak populis.
Pilihan Abu
Bakar Shidiq RA. ketika mengawali khilafahnya adalah memerangi kaum muslimin
yang mertad dan yang tidak mau membayar zakat. Abu Bakar adalah orang yang
sangat lembut, selalu menghindari ketegangan setiap memutuskan perkara, namun
dalam hal ini dengan gagah dan tegas mengobarkan perang kepada orang yang
menyimpang. Tentu ini di luar dugaan para sahabat, tidak populer, tetapi inilah
prioritas amal seorang pemimpin yang visioner. Sejarah mencatat, hanya dalam
kurun dua tahun Abu Bakar berhasil mengokohkan kembali keimanan dan persatuan
kaum muslimin pada saat itu untuk selanjutnya diteruskan oleh Umar bin Khattab
dengan kekuatan militernya, ekspansi besar-besaranpun berjalan.
Qana’ah
Berkaca dari
kisah-kisah di atas, diharapkan setiap kita memposisikan diri pada tugas
masing-masing, profesional di unitnya dan tetap
memahami arah kebijakan yayasan, sehingga tetap kreatif dan inovatif
demi kemajuan namun tetap santun dan toleran terbingkai dalam cita-cita besar
The world in our hands. Jika kamu menolong agama Allah niscaya Allah akan
menolongmu dan akan meneguhkan langkah-langkahmu. Dirgahayu Al-Izzah.
__________
Oleh: Syamsul Hadi,
S.Sos.I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar