BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Difusi inovasi merupakan langkah cerdas pemanfaatan jaringan
sosial di masyarakat untuk selanjutnya terjadi adopsi inovasi sebagaimana yang
dikehendaki oleh inovator. Inovasi dan perubahan merupakan dua kata yang tak
terpisahkan. Dalam setiap inovasi terjadi perubahan, namun tidak semua
perubahan disebut inovasi.
Rogers (1983 : 11) menjelaskan, inovasi adalah suatu
gagasan, praktek, atau objek benda yang dipandang baru oleh seseorang atau
kelompok adopter lain. Kata "baru" bersifat sangat relatif, bisa
karena seseorang baru mengetahui, atau bisa juga karena baru mau menerima
meskipun sudah lama tahu
Dalam prakteknya divusi inovasi tidak semudah memahami
teorinya, sebab ranah praktek terkadang tidak terkaver dalam teori. Tidak semua
sistem sosial masyarakat bisa dengan perlakuan yang sama. Perbedaan tarap
pengetahuan, kesadaran perubahan dan kemapaan ekonomi terut menentukan cepat
lambatnya proses adopsi inovasi. Maka untuk memudahkannya, divusi inofasi harus
dikawal dengan disiplin ilmu yang lain; sosiologi, antropologi, psikologi dan
komunikasi serta ilmu lainnya.
Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa
munculnya inovasi karena adanya permasalahan yang harus diatasi, dan upaya
mengatasi permasalahan tersebut melalui inovasi (seringkali disebut dengan
istilah "pembaharuan" meskipun istilah ini tidak identik dengan
inovasi). Inovasi ini harus merupakan
hasil pemikiran yang original, kreatif, dan tidak konvensional. Penerapannya
harus praktis di mana di dalamnya terdapat unsur-unsur kenyamanan dan
kemudahan. Semua ini dimunculkan sebagai upaya untuk memperbaiki keadaan atau
permasalahan.
Inovasi akan bermakna jika diterapkan atau diadopsi,
sebab jika inovasi tersebut tidak diterapkan atau diadopsi maka inovasi
tersebut hanya akan menjadi inovasi yang tidak berguna. Dalam upaya adopsi
dikenal strategi sentralisasi dan strategi desentralisasi. (disebut penyebaran/difusi inovasi jika
ditinjau dari sisi pengembang inovasi, sedangkan adopsi inovasi merupakan
prosedur yang dilihat dari sisi calon pemakai/adopter).
Manusia adalah makhluk sosial, dalam kehidupan
sehari-hari saling membutuhkan dan karenanya terjadi komunikasi, saling
mempengaruhi. Kualitas informasi ditentukan oleh konten dan cara
menyampaikannya serta kecocokannya dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jaringan ini tumbuh dan menjadi sistem sosial
di masyarakat yang sangat bermanfaat untuk melakukan disfusi inovasi. Perubahan
akan terus terjadi, namun perubahan yang diharapkan adalah yang sesuai dengan
inovasi terutama di bidang pendidikan.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian di
atas, penulis batasi permasalahanya
dalam rumusan sebagai berikut:
a.
Hakikat jaringan difusi dan agen perubahan
b.
Alur model Komunikasi Dalam jaringan difusi
c.
Agen Perubahan sebagai penghubung
d.
Faktor Sukses Agen Perubahan
e.
Sistem Difusi Desentralisasi dan Sentralisasi
f.
Peran Agen Perubahan dalam proses difusi Inovasi di bidang
pendidikan
3. Tujuan
Makalah ini
bertujuan untuk mengetahui
a.
Hakikat jaringan difusi dan agen perubahan
b.
Alur model Komunikasi Dalam jaringan difusi
c.
Agen Perubahan sebagai penghubung
d.
Faktor Sukses Agen Perubahan
e.
Sistem Difusi Desentralisasi dan Sentralisasi
f.
Peran Agen Perubahan dalam proses difusi Inovasi di bidang
pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Hakikat Jaringan Difusi dan Agen Perubahan
Difusi
adalah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota sistem
sosial) dengan menggunakan saluran tertentu dalam waktu tertentu. Komunikasi
dalam definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi
(hubungan timbal balik) antar beberapa individu baik secara memusat (konvergen)
maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya
komunikasi ni akan terjadi kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang
inovasi.
Rogers
membedakan antara sistem difusi sentralisasi dan sistem difusi
desentralisasi. Dalam sistem difusi sentralisasi, penentuan tentang
berbagai hal, seperti; kapan dimulainya difusi inovasi, dengan saluran apa,
siapa yang anak menilai hasilnya, dan sebagainya dilakukan oleh sekelompok
kecil orang tertentu atau pemimpin agen pembaharu. Sedangkan dalam sistem
difusi desentralisasi penentuan itu dilakukan oleh klien (warga masyarakat) bekerja sama dengan beberapa orang yang telah
menerima inovasi.
Ada
empat elemen pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi, (2) komunikasi dengan
saluran tertentu, (3) waktu, dan (4) warga masyarakat (anggota sistem sosial)
Jaringan sosial adalah keterkaitan hubungan dan
komunikasi antar individu dalam masyarakat yang disebabkan oleh berbagai
kepentingan dan sebab. Jaringan sosial yang ada di masyarakat tersebut perlu
dimanfaatkan sehingga menjadi jaringan difusi.
Proses penyebaran informasi tentang inovasi sangat
efektif jika didifusikan melalui saluran media massa. Namun untuk membujuk
calon adopter agar segera membuat keputusan adopsi, peran media interpersonal
menjadi lebih penting. Dalam tahapan yang disebut tahap persuasi itulah
jaringan sosial yang ada dalam masyarakat sangat berguna bagi proses difusi
inovasi.
Ada beberapa metode utama yang dapat digunakan untuk
meneliti jaringan sosial yang ada di masyarakat atau sistem sosial, yaitu
dengan metode sosiometri dan dengan metode observasi. Dengan metode sosiometri dapat diketahui
hubungan antar individu dalam suatu sistem sosial. Dengan metode sosiometri dan
juga dengan observasi partisipatoris dapat diketahui siapa saja
individu-individu dalam suatu sistem sosial tersebut yang berperan sebagai
pemimpin opini.
Difusi
adalah salah satu jenis perubahan sosial, yang diartikan sebagai proses
perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Bila ide-ide baru ditemukan,
disebarkan, dan diadopsi atau ditolak, dan membawa dampak tertentu pada suatu
sistem sosial tertentu, maka terjadilah perubahan sosial. Tentu saja, perubahan
itu dapat terjadi dengan cara lain, misalnya melalui revolusi politik atau
karena peristiwa alam seperti banjir bandang atau gempa bumi.
Beberapa
penulis membatasi arti difusi pada penyebaran ide-ide baru yang spontan dan tak
terencana, dan menggunakan istilah diseminasi untuk difusi yang terarah dan
terkelola. Dalam buku ini kami menggunakan istilah difusi dan diseminasi silih
berganti, sebab dalam praktek perbedaan antara keduanya tidak begitu jelas.
Dan, kaidah umum menggunakan kata difusi baik untuk penyebaran ide-ide baru
yang spontan maupun yang terencana.
Namun
ada baiknya membedakan antara sistem difusi terpusat dan yang tak terpusat.
Dalam sistem difusi terpusat, keputusan mengenai hal-hal seperti kapan mulai
menyebarkan inovasi, siapa yang harus menilainya, dan melalui saluran apa
inovasi itu disebarkan, dibuat oleh beberapa pejabat dan atau pakar teknik di
pucuk pimpinan lembaga pembaruan. Dalam sistem difusi tak terpusat, keputusan
seperti itu diperbincangkan lebih luas dengan para klien dan calon pengguna; di
sini jejaring komunikasi horisontal (mendatar) di antara klien merupakan
mekanisme pokok penyebaran inovasi. Sebetulnya, bisa saja tidak ada agen
pembaru dalam sistem difusi yang sangat tak terpusat; para calon pemakai
inovasi sendiri yang secara swakelola bertanggung jawab atas penyebaran
inovasi. Ide-ide baru bisa muncul dari pengalaman praktis orang-orang tertentu
dalam sistem sosial klien, selain yang datang dari kegiatan resmi penelitian
dan pengembangan. Tadinya ada dugaan bahwa sistem difusi yang relatif terpusat
seperti dinas penyuluhan pertanian itulah yang merupakan unsur penting dalam
proses difusi. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini beberapa sistem difusi
yang relatif tak terpusat telah diselidiki dan dievaluasi. Tampaknya dalam
kondisi-kondisi tertentu ia merupakan pengganti yang tepat bagi difusi yang
terpusat.
Mempelajari model
alur komunikasi sangat membantu untuk memahami opinion leadership (kepemimpinan opini) dan jaringan difusi, sebagai rangkaian
pintu masuk pada studi komunikasi.
b. Alur model
Komunikasi Dalam jaringan difusi.
Alur model komunikasi dalam jaringan difusi, secara umum terbagi menjadi
dua macam:
1.
The hypodermic Needle Model, yaitu Model ‘jarum hipodermik’ di mana secara postulat, media massa mempunyai pengaruh langsung, segera dan kuat pada
individu-individu yang terkait dengan media massa, tapi tidak terkait satu
dengan lainnya.
Media masa di tahun 1940 dan 1950 dipersepsikan memiliki pegaruh
yang kuat untuk merubah tingkah laku (behavior). Kedahsyatan media digambarkan sebagai
pembawa pesan untuk mengurai masa dari
para individu (Katz and lazarsfeld). Kesimpulan tentang kekuatan media masa
digambarkan dari beberapa peristiwa bersejarah : (1) the role of the Hearst
newspapers in arousing public support for the Spanish-American War, (2) the power of Nazi leader Joseph Goebbel’s
propaganda apparatus during World War II in Europe, and (3) the influence of
Madison Avenue advertising on customer and voting behavior in the United
States.
2.
The two-step Flow Model: yaitu Pesan
mengalir dari sumber via media massa ke pemimpin opini yang pada gilirannya
menyampaikannya pada para pengikutnya.
The first step, from media sources to opinion leaders, is mainly
transfer of information, whereas the second step from opinion leaders to their
followers, also involves the spread of interpersonal influence.
Menurut teori Granovetter, individu cenderung terkait dengan orang yang secara
fisik dekat dan menurut atribut-atribut seperti kepercayaan, pendidikan dan
status sosial relatif sama (homofili; kontras dengan heterofili
di mana atribut-atribut tersebut relatif beda). Duff dan Liu (1975) menyatakan
bahwa dalam satu network komunikasi, pertukaran informasi dari satu clique
(yang ditandai dengan promiximitas komunikasi tinggi) ke clique lain
dijembatani oleh proximitas komunikasi rendah yang heterofili (misal, dari
clique berstatus sosial tinggi ke clique berstatus sosial lebih rendah).
Beberapa temuan lainnya ialah (a) Dalam network heterofili,
pengikut cenderung mencari pemimpin opini yang mempunyai status sosial,
pendidikan, ekspose ke media massa, tingkat keinovatifan, tingkat
kekosmopolitan dan tingkat kontak dengan agen perubahan lebih tinggi, (b)
pemimpin opini lebih sejalan dengan norma sistem dibanding dengan pengikutnya,
(c) pemimpin opini dapat dibedakan menjadi polimorfis (mempunyai opini
dalam banyak bidang) atau monomorfis (mempunyai opini hanya dalam satu
bidang), dan (d) network personal radial (dari satu ke banyak orang) lebih penting
untuk inovasi dibanding dengan network interlocking di mana individu saling
berinteraksi.
c.
Agen Perubahan sebagai penghubung
Dalam difusi inovasi diperlukan orang-orang
yang berperan sebagai agen perubahan. Agen perubahan ini menjadi penghubung
antara calon adopter dengan inovator.
Agen perubahan atau change agent adalah
seseorang yang dapapt mempengaruhi orang lain agar sependapat dengan tujuan
yang diinginkan oleh suatu institusi yang mengadakan perubahan. Agen perubahan
pada umunya memiliki akses banyak kepada institusi oenggagas inovasi, terutama
memiliki akses terhadap ide inovatif yang akan atau sedang didifusikan.
Agen perubahan diperlukan terutama dalam:
1) mengembangkan kebutuhan untuk berubah, 2) mengadakan pertukaran informasi
dan menjalin hubungan, 3) mendiagnosa masalah, 4) menciptakan minat pada klien
untuk berubah, 5) mengubah minat menjadi tindakan, 6) memantapkan adopsi dan
mencegah diskontinyu, dan 7) mencapai suatu hubungan baik
Apabila ditinjau lebih lanjut ada beberapa
peran yang harus dilaksanakan oleh agen perubahan yaitu peran agen perubahan
sebagai penghubung atau linker terutama untuk menyampaikan berbagai pesan atau
informasi tentang inovasi.
Sebagai penghubung, agen perubahan
melakukan kegiatan-kegiatan: 1) mendifusikan inovasi kepada klien, 2)
menyalurkan kebutuhan dan masalah klien kepada institusi perancang perubahan
atahu change agency, 3) menyalurkan masukan atau balikan mengenai
inovasi kepada institusi perancang perubahan, dan 4) membuat evaluasi atas
kesuksesan atau kegagalan difusi yang dilakukannya.
d.
Faktor Sukses Agen Perubahan
Kesuksesan agen perubahan tergantung pada (a) upayanya
menghubungi klien, (b) orientasinya yang lebih kepada klien, bukan pada agensi
perubahan,(c) tingkat kesesuaian inovasi dengan kebutuhan klien, (d) empatinya
kepada klien, (e) homofilitasnya dengan klien, (f) kredibilitasnya di mata
klien, (g) tingkat kesejalanannya dengan pemimpin opini dan (h) kemampuan klien
mengevaluasi inovasi.
Selanjutnya, hubungan agen perubahan secara positif tergantung pada
lebih tingginya klien dalam hal (a) status sosial, (b) partispasi sosial,
(c) pendidikan dan (d) kekosmoplitannya.
Sistem
difusi sentralistik dipadu dengan sistem difusi desentralistik dan/atau
penerapan kedua sistem tersebut disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam sistem
difusi sentralistik, difusi dilakukan oleh pemerintah dan/atau ahli; sementara
itu, dalam sistem difusi desentralistik, inovasi datang dari ekpserimentasi
lokal yang sering dilakukan oleh pengguna itu sendiri dan atau atas dasar
saling tukar informasi untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Difusi lewat
network horizontal dilakukan unit lokal dengan tingkat kemungkin reinvensi yang
tinggi.
e.
Peran Agen Perubahan dalam Proses
Difusi Inovasi di Bidang
Pendidikan
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan
adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah
pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode yang
dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang
(masyarakat), baik berupa hasil invensi (penemuan baru) atau diskoveri
(baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau
memecahkan masalah pendidikan nasional.
Inovasi (pembaharuan) terkait dengan invention dan
discovery. Invention adalah suatu penemuan sesuatu yang benar benar baru,
artinya hasil kreasi manusia. Penemuan sesuatu (benda) itu sebelumnya belum
pernah ada, kemudian diadakan dengan bentuk kreasi baru. Discovery adalah suatu
penemuan (benda), yang benda itu sebenarnya telah ada sebelumnya, tetapi semua
belum diketahui orang. Jadi, inovasi adalah usaha menemukan benda yang baru
dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) baik invention dan discovery.
Menurut Santoso (1974), tujuan utama inovasi, yakni
meningkatkan sumber sumber tenaga, uang dan sarana, termasuk struktur dan
prosedur organisasi. Tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan
efisiensi,relevansi, kualitas, dan efektivitas. Sarana serta jumlah peserta
didik sebanyak banyaknya, dengan hasil pendidikan sebesar besarnya (menurut
kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pembangunan), dengan jumlah
yang sekecil kecilnya.
Tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap,
yaitu :
1.
Mengejar ketinggalan-
ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan kemajuan ilmu dan teknologi sehingga
makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan
kemajuan tersebut.
2.
Mengembangkan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun
luar sekolah bagi
setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SLTP,
SLTA, dan perguruan tinggi. Di samping itu, akan di usahakan peningkatan mutu
yang dirasakan semakin menurun dewasa ini. Dengan sistem penyampaian sistem
yang baru, diharapkan peserta
didik menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan terampil memecahkan masalahnya
sendiri.
Tugas Agen Perubahan di Bidang Pendidikan
Secara umum, tugas agen
perubahan adalah sebagai berikut:
1. Mensosialisasikan program Inovasi pendidikan kepada
kepala sekolah di seluruh daerah masing-masing dan cara implementasinya pada
proses pembelajaran.
2. Mendiagnosa masalah yang
dihadapi klien atau sasaran sehingga diketahui
mengapa alternatif yang digunakan itu tidak sesuai dengan kebutuhan klien atau sasaran.
3. Membangkitkan kebutuhan untuk
berubah, agen pembaharu harus membantu sasaran atau klien, agar mereka sadar
akan perlunya inovasi pendidikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a.
Jaringan sosial di masyarakat adalah sarana efektif
untuk melakukan difusi inovasi apabila dikelola dengan baik komunikasi.
b.
Alur model Komunikasi Dalam jaringan difusi
Alur model komunikasi dalam jaringan difusi ada dua macam yaitu The hypodermic Needle Model, yaitu
Model ‘jarum hipodermik’ di mana secara postulat, media massa mempunyai pengaruh langsung, segera dan kuat pada
individu-individu yang terkait dengan media massa, tapi tidak terkait satu
dengan lainnya. Dan The two-step
Flow Model: yaitu Pesan mengalir
dari sumber via media massa ke pemimpin opini yang pada gilirannya
menyampaikannya pada para pengikutnya. Agen Perubahan sebagai penghubung
c.
Peran agen perubahan sebagai penghubung, maka harus
melakukan kegiatan-kegiatan: (1) mendifusikan inovasi kepada klien,( 2)
menyalurkan kebutuhan dan masalah klien kepada institusi perancang perubahan
atahu change agency, (3) menyalurkan masukan atau balikan mengenai
inovasi kepada institusi perancang perubahan, dan (4) membuat evaluasi atas
kesuksesan atau kegagalan difusi yang dilakukannya.
d.
Dalam sistem difusi sentralistik, difusi dilakukan oleh pemerintah
dan/atau ahli; sementara itu, dalam sistem difusi desentralistik, inovasi
datang dari ekpserimentasi lokal yang sering dilakukan oleh pengguna itu
sendiri dan atau atas dasar saling tukar informasi untuk mencapai suatu
pemahaman bersama. Difusi lewat network horizontal dilakukan unit lokal dengan
tingkat kemungkin reinvensi yang tinggi.
e.
Kesuksesan agen perubahan tergantung pada (a) upayanya menghubungi
klien, (b) orientasinya yang lebih kepada klien, bukan pada agensi
perubahan,(c) tingkat kesesuaian inovasi dengan kebutuhan klien, (d) empatinya
kepada klien, (e) homofilitasnya dengan klien, (f) kredibilitasnya di mata
klien, (g) tingkat kesejalanannya dengan pemimpin opini dan (h) kemampuan klien
mengevaluasi inovasi.
Saran-saran
Kepada para pembaca, khususnya mahasiswa agar di dalam melakukan difusi inovasi bidang
pendidikan :
a. Mempelajari sistem sosial atau
masyarakat di mana mereka akan dilibatkan
dalam inovasi di bidang pendidikan.
b. Komunikasi interpersonal hendaknya mendapat
perhatian karena hal ini lebih efektif dalam penyebaran informasi positif di
masyarakat pendidikan.
c. Agar inovasi dapat diadopsi secara cepat
dan bertahan lama, maka agen perubahan harus terlibat aktif dalam proses difusi
inovasi, update dan exspose informasi dari sumber dan kepada sistem sosial
masyarakat pendidikan.
Refrensi
-
Purwanto (2000), Difusi inovasi , Jakarta :STIA
LAN
-
Udin , Syaefudin Sa’ud2011) Inovasi Pendidikan Bandung
: Alfabeta CV
-
Everett M. Rogers (2003) Diffusion of
Innovation New York : Free Press
terimakasih kakak sangat bermanfaat
BalasHapus