Kamis, 22 November 2012

IDUL FITRI MENUJU KEMENANGAN


Oleh: Syamsul Hadi
Setiap orang yang berkompetisi mengiginkan kemenangan. Kemenangan tidak pernah berpihak kepada mereka yang tidak sungguh-sungguh, apalagi kepada mereka yang sekedar sebagai penonton.  Sering kali kita fasih mengomentari pertandingan dari luar ring, akan tetapi ketika masuk ring, nafas terengah-engah…. dan hanya mampu menahan sakit akibat serangan lawan, tidak mampu  menyerang. Lalu mencari bermacam alasan untuk memubahkan kekalahan. Dan yang menggelikan, sudah kalah merasa benar, akibatnya tidak pernah belajar dari kekalahan. Padahal kemenangan dan kekalahan itu bagai dua sisi mata uang, saling melengkapi, namun hadir bergantian.
 
Sadarkah kita, bahwa setiap detik bertarung melawan hawa nafsu dan setan. Kita berambisi untuk masuk surga, sementara setan tidak pernah membiarkan kita merangkai amal soleh. Kita ingin bergabung bersama hamba-hamba Allah yang dicintai di surga, sementara setan tidak rela sehingga kita menjadi pengikutnya. Maka jangan sampai kita menganggap setan sebagai kawan lalu bekerja sama lantaran tidak mampu mengambil ibrah di balik peristiwa dan kisah kaum terdahulu.  Kita memang bukan manusia tanpa dosa akan tetapi Allah selalu memberi  kesempatan untuk mengenyahkan dosa-dosa itu.
Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS. An-Nisa: 27)

Ramadhan adalah bulan, di mana pintu surga dibuka, neraka jahim ditutup dan setan dibelenggu, bulan pembelaan Allah bagi kaum muslimin agar memanfaatkan hari-hari Ramadhan, sehingga terjadi lompatan prestasi ibadah, setelah sebelas bulan sibuk beraktifitas, di mana setan tidak dibelenggu, di mana kecenderungan dalam sebelas bulan itu -jika dikalkulasikan- antara usia dengan prestasi ibadah kita tidak seimbang. Laju hilangnya usia kita jauh lebih cepat dibandingkan capaian ibadah yang kita lakukan. Bandingkan, dalam sehari saja, antara waktu yang kita manfaatkan untuk berdzikir kepada Allah dengan waktu yang kita sia-siakan (nonton TV, sekedar duduk-duduk ngobrol tanpa tujuan yang jelas, ngrumpi ke sana kemari)?. Jujur saja, ternyata waktu yang terbuang sia-sia, jauh lebih banyak. Lalu dengan apa kita menebus surga, tempat berbahagia yang abadi? Padahal seluruh waktu yang kita miliki, jika saja diisi dengan ibadah total, belum mencukupi.  Sanggupkah amal kita mengantarkan ke surga?
Simaklah hadits berikut:
                Dari Abi Hurairah RA. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada seorangpun
Yang masuk surga oleh karena amalnya. Lalu ada yang bertanya: ”Termasuk engkau ya Rasullah?. Rasulullah Saw menjawab; ya (termasuk aku) hanya saja Allah melindungiku dengan rahmat-Nya. “(HR. Muslim)
Hadits ini, tidak bertentangan dengan firman Allah : “ Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan”.(QS Zukhruf: 73)
Maksud ayat di atas adalah: Seseorang itu masuk surga disebabkan amal-amalnya.  Adapun hadits di atas mengandung pengertian, bahwa berkat taufiq Allah manusia beramal dan berkat hidayah-Nya amal itu dilakukan dengan ikhlas lalu keikhlasan itu mendatangkan rahmat Allah, amal ibadahnya diterima lalu diperkenankan masuk surga.” (Lihat  Syarah An-Nawawi ‘ala Muslim Juz 9 hal. 197)
Jadi untuk mendapatkan surga, kita harus beramal, bukan sekedar maksimal secara kuantitas namun juga harus berkualitas. Sacara madhahir amal kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan substansinya harus kita pelihara  supaya layak diterima di sisi Allah.  Jaudatul ada’ dalam amal ibadah berdampak pada kemaslahatan pribadi dan sosial sedangkan ikhlasunniyat berdampak pada kebahagiaan di akhirat.  Jaudatul ada’ dan ikhlasul amal merupakan syarat diterimanya amal ibadah kita.
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya".(QS.Al-Kahfi: 110)

Terkait dengan hal ini, lihatlah bagaimana kesungguhan para sahabat dan tabi’in di dalam menjaga amal ibadah mereka. Dalam suasana perangpun mereka masih menegakkan shalat berjama’ah. Sebagai bukti, al-Qur’an menjelaskan cara shalat khauf secara rinci:

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (QS. An-Nisa’ 102)

Sungguh berbahagialah kita, karena Allah memperkenankan bertemu dengan Ramadhan tahun ini. Selanjutnya mari kita syukuri dengan memperbaiki kualitas ibadah disamping peningkatan kuantitasnya. Sadarlah bahwa bekal kita masih jauh dari yang kita butuhkan untuk menghadapi kematian. Barangkali shalat kita baru sebatas menggugurkan kewajiban.
من صلي صلاة لوقتها وأسبغ وضوءها وأتم ركوعها وسجودها وخشوعها عرجت وهي بيضاء مصفرة تقول حفظك الله كما حفظتني ومن صلاها لغير وقتها ولم يسبغ وضوءها ولم يتم ركوعها ولا سجودها ولا خشوعها عرجت وهي سوداء مظلمة تقول ضيعك الله كما ضيعتني، حتى إذا كانت حيث شاء الله لفت كما يلف الثوب الخلق فيضرب بها وجهه (مجموعة السائل ص:70).
Barang siapa shalat tepat pada waktunya dan memperbagusi wudhu’nya, menyempurnakan ruku’ dan sujudnya serta khusyu’nya maka shalat itu menju Allah dalam keadaan putih bersih lalu mengatakan;” Allah telah menjagamu sebagaimana engkau menjagaku.” Dan barang siapa mengerjakan shalat di luar waktunya/tidak tepat waktu dan tidak memperbagusi wudhu’nya, tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujud serta khusyu’nya, maka shalatpun terbang dalam keadaan berwarna hitam pekat lalu berkata:” semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau telah menyia-nyiakanku, sehingga jika Allah berkehendak akan melipat shalat tersebut seperti mengoyak baju kusut lalu melemparkannya ke wajahnya( orang yang shalat)

Harapan kita di saat Idul fitri nanti, termasuk orang-orang yang mendapatkan kemenangan, setelah berhasil mengisi hari-hari Ramadhan dengan amal ibadah yang membuahkan kesucian. 
Ucapan selamat dan do’a-do’a di bulan Syawal, bukan sekedar bahasa poster yang hampa dan kering dari makna.  Senyum bahagia dan keceriaan di wajah keluarga kaum muslimin tidak berhenti sebatas kesenangan karena telah bebas dari kewajiban puasa dan hiasan pakaian baru dan tebaran kue lebaran . 
Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua, semoga kita termasuk orang yang mendapatkan kesucian dan kemenangan semoga kebaikan itu berkesinambungan sepanjang tahun.  Itulah do’a-do’a dan ungkapan bahagia di bulan Syawal. Ungkapan bersayap yang membutukan perawatan sepanjang tahun. Barang siapa gagal meraihnya sungguh sangat merugi.  Man hurima khairaha faqad hurima.  Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar