Oleh: Syamsul Hadi
Setiap
orang yang berkompetisi mengiginkan kemenangan. Kemenangan tidak pernah
berpihak kepada mereka yang tidak sungguh-sungguh, apalagi kepada mereka yang
sekedar sebagai penonton. Sering kali
kita fasih mengomentari pertandingan dari luar ring, akan tetapi ketika masuk
ring, nafas terengah-engah…. dan hanya mampu menahan sakit akibat serangan
lawan, tidak mampu menyerang. Lalu
mencari bermacam alasan untuk memubahkan kekalahan. Dan yang
menggelikan, sudah kalah merasa benar, akibatnya tidak pernah belajar dari
kekalahan. Padahal kemenangan dan kekalahan itu bagai dua sisi mata uang,
saling melengkapi, namun hadir bergantian.
Sadarkah
kita, bahwa setiap detik bertarung melawan hawa nafsu dan setan. Kita berambisi
untuk masuk surga, sementara setan tidak pernah membiarkan kita merangkai amal
soleh. Kita ingin bergabung bersama hamba-hamba Allah yang dicintai di surga,
sementara setan tidak rela sehingga kita menjadi pengikutnya. Maka jangan
sampai kita menganggap setan sebagai kawan lalu bekerja sama lantaran tidak
mampu mengambil ibrah di balik peristiwa dan kisah kaum terdahulu. Kita memang bukan manusia tanpa dosa akan
tetapi Allah selalu memberi kesempatan
untuk mengenyahkan dosa-dosa itu.
“Dan Allah
hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya
bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS. An-Nisa: 27)
Ramadhan
adalah bulan, di mana pintu surga dibuka, neraka jahim ditutup dan setan
dibelenggu, bulan pembelaan Allah bagi kaum muslimin agar memanfaatkan
hari-hari Ramadhan, sehingga terjadi lompatan prestasi ibadah, setelah sebelas
bulan sibuk beraktifitas, di mana setan tidak dibelenggu, di mana kecenderungan
dalam sebelas bulan itu -jika dikalkulasikan- antara usia dengan prestasi
ibadah kita tidak seimbang. Laju hilangnya usia kita jauh lebih cepat
dibandingkan capaian ibadah yang kita lakukan. Bandingkan, dalam sehari saja,
antara waktu yang kita manfaatkan untuk berdzikir kepada Allah dengan waktu
yang kita sia-siakan (nonton TV, sekedar duduk-duduk ngobrol tanpa tujuan yang
jelas, ngrumpi ke sana kemari)?. Jujur saja, ternyata waktu yang terbuang
sia-sia, jauh lebih banyak. Lalu dengan apa kita menebus surga, tempat
berbahagia yang abadi? Padahal seluruh waktu yang kita miliki, jika saja diisi
dengan ibadah total, belum mencukupi.
Sanggupkah amal kita mengantarkan ke surga?
Simaklah hadits berikut:
Dari Abi Hurairah RA. Berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada seorangpun
Yang masuk surga oleh karena
amalnya. Lalu ada yang bertanya: ”Termasuk engkau ya Rasullah?. Rasulullah Saw
menjawab; ya (termasuk aku) hanya saja Allah melindungiku dengan rahmat-Nya. “(HR.
Muslim)
Hadits
ini, tidak bertentangan dengan firman Allah : “ Dan itulah surga yang diwariskan
kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan”.(QS Zukhruf: 73)
Maksud
ayat di atas adalah: Seseorang itu masuk surga disebabkan amal-amalnya. Adapun hadits di atas mengandung pengertian,
bahwa berkat taufiq Allah manusia beramal dan berkat hidayah-Nya amal itu
dilakukan dengan ikhlas lalu keikhlasan itu mendatangkan rahmat Allah, amal
ibadahnya diterima lalu diperkenankan masuk surga.” (Lihat Syarah An-Nawawi ‘ala Muslim Juz 9 hal. 197)
Jadi untuk mendapatkan surga, kita harus beramal,
bukan sekedar maksimal secara kuantitas namun juga harus berkualitas. Sacara madhahir
amal kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan substansinya harus kita
pelihara supaya layak diterima di sisi
Allah. Jaudatul ada’ dalam amal
ibadah berdampak pada kemaslahatan pribadi dan sosial sedangkan ikhlasunniyat
berdampak pada kebahagiaan di akhirat. Jaudatul
ada’ dan ikhlasul amal merupakan syarat diterimanya amal ibadah
kita.
“Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya".(QS.Al-Kahfi: 110)
Terkait
dengan hal ini, lihatlah bagaimana kesungguhan para sahabat dan tabi’in di
dalam menjaga amal ibadah mereka. Dalam suasana perangpun mereka masih
menegakkan shalat berjama’ah. Sebagai bukti, al-Qur’an menjelaskan cara shalat
khauf secara rinci:
“Dan apabila kamu berada di
tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah
menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu
mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan
siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan
bagi orang-orang kafir itu.” (QS. An-Nisa’ 102)
Sungguh
berbahagialah kita, karena Allah memperkenankan bertemu dengan Ramadhan tahun
ini. Selanjutnya mari kita syukuri dengan memperbaiki kualitas ibadah disamping
peningkatan kuantitasnya. Sadarlah bahwa bekal kita masih jauh dari yang kita
butuhkan untuk menghadapi kematian. Barangkali shalat kita baru sebatas
menggugurkan kewajiban.
من صلي صلاة لوقتها وأسبغ وضوءها وأتم
ركوعها وسجودها وخشوعها عرجت وهي بيضاء مصفرة تقول حفظك الله كما حفظتني ومن صلاها
لغير وقتها ولم يسبغ وضوءها ولم يتم ركوعها ولا سجودها ولا خشوعها عرجت وهي سوداء
مظلمة تقول ضيعك الله كما ضيعتني، حتى إذا كانت حيث شاء الله لفت كما يلف الثوب
الخلق فيضرب بها وجهه (مجموعة السائل ص:70).
Barang siapa shalat tepat pada waktunya dan
memperbagusi wudhu’nya, menyempurnakan ruku’ dan sujudnya serta khusyu’nya maka
shalat itu menju Allah dalam keadaan putih bersih lalu mengatakan;” Allah telah
menjagamu sebagaimana engkau menjagaku.” Dan barang siapa mengerjakan shalat di
luar waktunya/tidak tepat waktu dan tidak memperbagusi wudhu’nya, tidak
menyempurnakan ruku’nya dan sujud serta khusyu’nya, maka shalatpun terbang
dalam keadaan berwarna hitam pekat lalu berkata:” semoga Allah menyia-nyiakanmu
sebagaimana engkau telah menyia-nyiakanku, sehingga jika Allah berkehendak akan
melipat shalat tersebut seperti mengoyak baju kusut lalu melemparkannya ke
wajahnya( orang yang shalat)
Harapan
kita di saat Idul fitri nanti, termasuk orang-orang yang mendapatkan
kemenangan, setelah berhasil mengisi hari-hari Ramadhan dengan amal ibadah yang
membuahkan kesucian.
Ucapan selamat dan do’a-do’a di bulan Syawal, bukan
sekedar bahasa poster yang hampa dan kering dari makna. Senyum bahagia dan keceriaan di wajah
keluarga kaum muslimin tidak berhenti sebatas kesenangan karena telah bebas
dari kewajiban puasa dan hiasan pakaian baru dan tebaran kue lebaran .
Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua, semoga
kita termasuk orang yang mendapatkan kesucian dan kemenangan semoga kebaikan
itu berkesinambungan sepanjang tahun.
Itulah do’a-do’a dan ungkapan bahagia di bulan Syawal. Ungkapan bersayap
yang membutukan perawatan sepanjang tahun. Barang siapa gagal meraihnya sungguh
sangat merugi. Man hurima khairaha
faqad hurima. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar